GTA777 - Sebagai seseorang yang cukup lama berkecimpung di dunia drone, saya merasa DJI adalah salah satu produsen yang paling komprehensif dalam menghadirkan berbagai pilihan drone. Mulai dari seri Mavic untuk pemula hingga seri Inspire untuk keperluan komersial, DJI benar-benar mengakomodasi berbagai kalangan. Namun, ketika DJI resmi meluncurkan
DJI FPV, saya sadar bahwa ini adalah langkah besar mereka untuk benar-benar terjun ke dunia
first-person view (FPV) yang lebih serius dan menantang.
Kekuatan yang Mengintimidasi
Jujur saja, DJI FPV bukan drone biasa. Desainnya yang agresif dan kecepatannya yang luar biasa membuat saya cukup waspada di awal. Bayangkan, drone ini bisa melaju dari 0 ke 100 km/jam hanya dalam waktu dua detik! Saya sendiri hanya berani mengujinya sampai kecepatan 96 km/jam, padahal batas maksimalnya bisa mencapai sekitar 140 km/jam.
Kemampuan manuvernya sangat mengesankan. Kalau biasanya saya menggunakan DJI Mini 2 atau Mavic Air 2 untuk mendapatkan gerakan yang halus dan sinematik,
Drone DJI FPV justru memberikan sensasi seperti melayang cepat dan melakukan tikungan tajam di udara. Mirip seperti drifting, tapi di langit.
Namun karena kekuatannya yang besar, saya sangat tidak menyarankan drone ini untuk pemula. Mengendarai DJI FPV serasa seperti mengemudikan mobil balap manual untuk pertama kali — butuh pengalaman dan kontrol yang matang.
Kurva Belajar yang Lebih Terjal
Hal yang paling saya rasakan saat pertama kali menerbangkan DJI FPV adalah tekanan mental. Ini adalah drone paling bertenaga yang pernah saya coba, dan pengalaman pertamanya membuat saya cukup gugup. Untungnya, DJI menyertakan
normal mode untuk pengalaman terbang yang lebih familiar bagi pengguna drone DJI sebelumnya. Tapi tetap saja, saat beralih ke
manual mode, saya harus benar-benar menguasai setiap kontrol.
Selain dari sisi penerbangan, DJI FPV juga punya sistem yang cukup kompleks. Ada drone itu sendiri, kacamata FPV, kontroler, dan baterai — semuanya perlu dipersiapkan. Tidak seperti drone DJI lainnya yang tinggal colok smartphone dan langsung terbang, DJI FPV butuh waktu lebih lama untuk siap digunakan.
Yang saya apresiasi adalah hadirnya teknologi OcuSync 3.0 yang mampu mengirimkan video 810p di 120fps secara real-time. Saya bisa merasakan betul respons cepat antara pergerakan drone dan apa yang saya lihat di layar kacamata. Ini krusial karena keterlambatan transmisi bisa membuat kita kehilangan momen penting.
Namun sayangnya, sistem menu pada kacamata FPV ini belum senyaman aplikasi DJI Fly di smartphone. Untuk mengatur resolusi video, misalnya, saya harus menavigasi beberapa menu terlebih dahulu. Ini membuat pengalaman awal terasa cukup membingungkan.
Satu hal yang penting: menerbangkan DJI FPV tidak bisa sendirian. Karena kita menggunakan kacamata FPV, wajib ada orang lain yang mengawasi visual drone secara langsung. Jadi, bisa dibilang ini memang operasi dua orang.
Rekaman Aksi yang Dinamis
Kalau tujuan utama kamu adalah memotret, maka DJI FPV bukan pilihan yang tepat. Drone ini didesain untuk merekam video aksi berkecepatan tinggi — bukan untuk foto artistik. Saya pribadi lebih merekomendasikan DJI Mavic 3 Classic untuk kebutuhan foto.
DJI FPV dibekali kamera 12 MP dengan sensor CMOS 1/2.3 inci, mampu merekam video 4K di 60fps dengan bitrate 120Mbps. Saya pernah merekam adegan menukik dari atas permukaan laut, lalu berputar cepat di udara, dan hasil videonya sungguh dramatis. Gerakannya terasa alami dan penuh energi — sesuatu yang sulit dicapai jika menggunakan drone biasa lalu mempercepat videonya di editing.
Sayangnya, kualitas rekaman menurun saat cahaya rendah. Ada
noise yang cukup terlihat di area gelap. Dalam kondisi ini, kualitasnya setara dengan DJI Mini 2. Untungnya, DJI menyediakan profil warna D-Cinelike untuk pengeditan warna yang lebih fleksibel.
Drone ini hanya menggunakan gimbal satu sumbu (tilt), berbeda dengan gimbal tiga sumbu seperti di drone DJI lainnya. Jadi, saat berbelok ke kiri atau kanan, kamera juga ikut miring seperti perspektif dari dalam kokpit sungguhan. Untungnya, DJI menyematkan fitur stabilisasi RockSteady EIS yang cukup efektif meredam guncangan, walau belum sehalus gimbal 3-axis.
Siapa yang Cocok Menggunakan DJI FPV?
Menurut saya, DJI FPV jelas bukan untuk semua orang. Drone ini ditujukan khusus untuk videografer profesional yang ingin merekam adegan aksi dari sudut pandang berbeda. Ini adalah drone yang cocok digunakan untuk mengikuti pengendara motor balap, pesepeda downhill, atau bahkan adegan aksi film.
Harga dan Alternatif
DJI FPV dibanderol dengan harga sekitar Rp20 juta, setara dengan DJI Mavic 3 Classic. Tapi saya merasa ini adalah harga yang wajar, karena kamu mendapatkan satu paket lengkap — tidak seperti drone FPV rakitan yang harus dirakit sendiri.
Saya juga merekomendasikan membeli paket Fly More Combo seharga tambahan sekitar Rp4,5 juta. Dalam paket ini, kamu mendapatkan dua baterai tambahan dan charging hub — jauh lebih hemat dibanding membeli baterai terpisah seharga Rp2,5 juta per buah. Ada juga Motion Controller seharga Rp3,2 juta yang memberi pengalaman terbang yang lebih imersif, seolah benar-benar menjadi pilot jet tempur.
Garansi dan Daya Tahan
Secara build-quality, DJI FPV terasa solid. Tapi karena kecepatannya tinggi dan kontrolnya presisi, potensi kecelakaan juga besar jika digunakan tanpa pengalaman. Saya pribadi menyarankan untuk membeli DJI Care Refresh, dengan harga mulai dari Rp3,2 juta untuk garansi satu tahun. Garansi ini mencakup kerusakan akibat kecelakaan.
Baca: Review DJI Air 2S: Hasil Luar Biasa Tanpa Usaha Berlebih
Kesimpulan
DJI FPV adalah sebuah lompatan besar dari DJI — baik dari sisi teknologi maupun konsep. Ini adalah drone yang luar biasa untuk videografer profesional yang ingin menambahkan dimensi visual baru dalam portofolionya. Tapi jika kamu masih pemula, lebih baik mulai dari DJI Mini 3 Pro atau DJI Air 3 terlebih dahulu.